Pengenalan HMI



APA ITU HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)?
Dipaparkan oleh Yongky Danar Pramudita, Mahasiswa angkatan 2012, Jurusan FISIKA-MIPA, UNEJ

Mahasiswa dan kualitas-kualitas yang dimilikinya menduduki kelompok elit dalam generasinya. Sifat kepeloporan, keberanian dan kritis adalah ciri dari kelompok elit dalam generasi muda, yaitu kelompok mahasiswa itu sendiri. Sifat kepeloporan, keberanian dan kritis yang didasarkan pada obyektif yang harus diperankan mahasiswa bisa dilaksanakan dengan baik apabila mereka dalam suasana bebas merdeka dan demokratis obyektif dan rasional. Sikap ini adalah yang progresif (maju) sebagai ciri dari pada seorang intelektual. Sikap atas kejujuran keadilan dan obyektifitas.
Kibaran bendera Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di jagad raya kemahasiswaan memang tidak pernah surut hingga kini. Maklum saja, organisasi yang berdiri sejak tanggal 5 Februari 1947 dengan bernafaskan keislaman dan berbasis intelektualitas ini telah dan terus menelurkan sederat kampiun kenamaan di berbagai bidang, mulai dari para akademisi, politisi, pengusaha, hingga petinggi negara. Namun demikian, di usianya yang telah menginjak 69 tahun, pantulan suara genderang HMI ternyata juga tidak kalah sumbangnya dengan apa yang telah dihasilkannya selama ini. Tak pelak, di tengah-tengah nada yang membanggakan, kiprah HMI kerap kali diterjang kritik yang beraneka ragam.

Makna HMI sebagai organisasi yang berasaskan Islam.
“Hari ini telah Kusempurnakan bagi kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. (QS. Al-Maidah: 3)
“Dan mereka yang berjuang dijalan-Ku (kebenaran), maka pasti Aku tunjukkan jalannya (mencapai tujuan) sesungguhnya Tuhan itu cinta kepada orang-orang yang selalu berbuat (progresif). (QS. Al-Ankabut : 69)
Islam sebagai ajaran yang haq dan sempurna hadir di bumi diperuntukkan untuk mengatur pola hidup manusia agar sesuai fitrah kemanusiaannya yakni sebagai khalifah di muka bumi dengan kewajiban mengabdikan diri semata-mata ke hadirat-Nya. Irodat Allah Subhanahu Wata’ala, kesempurnaan hidup terukur dari personality manusia yang integratif antara dimensi dunia dan ukhrawi, individu dan sosial, serta iman, ilmu dan amal yang semuanya mengarah terciptanya kemaslahatan hidup di dunia baik secara induvidual maupun kolektif.
Secara normatif Islam tidak sekedar agama ritual yang cenderung individual akan tetapi merupakan suatu tata nilai yang mempunyai komunitas dengan kesadaran kolektif yang memuat pemaham/kesadaran, kepentingan, struktur dan pola aksi bersama demi tujuan-tujuan politik.
Substansi pada dimensi kemasyarakatan, agama memberikan spirit pada pembentukan moral dan etika. Islam yang menetapkan Tuhan dari segala tujuan menyiratkan perlunya meniru etika ke-Tuhanan yang meliputi sikap rahmat (Pengasih), barr (Pemula), ghafur (Pemaaaf), rahim (Penyayang) dan (Ihsan) berbuat baik. Totalitas dari etika tersebut menjadi kerangka pembentukan manusia yang kafah (tidak boleh mendua) antara aspek ritual dengan aspek kemasyarakatan (politik, ekonomi dan sosial budaya).
Didasari pada semangat untuk mengimplementasikan nilai-nilai ke-Islaman dalam berbagai aspek ke-Indonesiaan. Semangat nilai yang menjadi embrio lahirnya komunitas Islam sebagai kelompok kepentingan (interest group) dan kelompok penekan (pressure group). Dari sisi kepentingan sasaran yang hendak diwujudkan adalah tertuangnya nilai-nilai tersebut secara normatif pada setiap level kemasyarakatan, sedangkan pada posisi penekan adalah keinginan sebagai pejuang Tuhan (sabilillah) dan pembelaan mustadh’afin. Proses internalisasi dalam HMI yang sangat beragam dan suasana interaksi yang sangat plural menyebabkan timbulnya berbagai dinamika ke-Islaman dan ke-Indonesiaan dengan didasari rasionalisasi menurut subyek dan waktunya.
Orientasi aktivitas HMI yang merupakan penjabaran dari tujuan organisasi menganjurkan terjadinya proses adaptasi pada jamannya. Keyakinan Pancasila sebagai keyakinan ideologi negara pada kenyataannya mengalami proses stagnasi. Hal ini memberikan tuntutan strategi baru bagi lahirnya metodologi aplikasi Pancasila. Normatisasi Pancasila dalam setiap kerangka dasar organisasi menjadi suatu keharusan agar mampu mensuport bagi setiap institusi kemasyarakatan dalam mengimplementasikan tata nilai Pancasila.
Demi tercapainya idealisme ke-Islaman dan ke-Indonesiaan, maka HMI bertekad Islam dijadikan sebagai doktrin yang mengarahkan pada peradaban secara integralistik, trasedental, humanis dan inklusif. Dengan demikian kader-kader HMI harus berani menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan serta prinsip-prinsip demokrasi tanpa melihat perbedaan keyakinan dan mendorong terciptanya penghargaan Islam sebagai sumber kebenaran yang paling hakiki dan menyerahkan semua demi ridho-Nya.
HMI adalah suatu gerakan pembaharuan untuk membebaskan umat Islam dan bangsa Indonesia dari keterbelakangan. Pemikiran keislaman- keindonesiaan HMI menampilkan Islam yang bercorak khas Indonesia. Pemikiran ini akan mendatangkan perubahan sesuai dengan kebutuhan kontemporer menuju masa depan yang baru yang dicita-citakan seluruh rakyat Indonesia, yaitu masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT. Dalam setiap organisasi khususnya HMI, kader memiliki peran sentral, dimana kader sebagai agen dalam rangka menerapkan cita perjuangan HMI yang sesuai dengan tujuan HMI yaitu terbinanya insan akademis, pencipta,  pengabdi, yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT sehingga dibutuhkan kader yang berwawasan keislaman, keindonesiaan, dan kemahasiswaan dengan kualitas lima insan cita dan bersifat independen, penuh semangat dan militansi yang tinggi dalam rangka mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT.

Kekuatan dan Keistimewaan Independensi HMI sebagai Karakter dan Kepribadian Kader 
Soe Hok-Gie dalam tulisannya mengatakan: “Kadang-kadang kita bertanya kepada diri kita sendiri “Siapakah saya?” Apakah saya seorang fungsionaris partai yang kebetulan menjadi mahasiswa sehingga harus patuh pada intruksi dari bapak-bapak saya dalam partai. Apakah saya seorang politikus yang harus selalu realistis dan bersedia menerima kompromi-kompromi principal dan tidak boleh punya idealism yang muluk-muluk? Apakah saya seorang kecil yang harus patuh pada setiap keputusan dalam DPP ormas saya, atau pimpinan fakultas saya, atau pemimpin-pemimpin saya? Ataukah saya seorang manusia yang sedang belajar dalam kehidupan ini dan mencoba terus-menerus untuk berkembang dan menilai secara kritis segala situasi.
            Terlihat dalam tubuh organisasi, kader memiliki fungsi tersendiri yaitu sebagai tenaga penggerak organisasi, sebagai calon pemimpin, dan sebagai  benteng organisasi. Secara kualitatif, kader mempunyai mutu, kesanggupan  bekerja dan berkorban yang lebih besar daripada anggota biasa. Kader itu adalah anggota inti. Kader merupakan benteng dari serangan dari luar serta  penyelewengan dari dalam ke dalam tubuh organisasi, kader merupakan  pembina yang tidak berfungsi pemimpin. Kader adalah tenaga penggerak organisasi, yang memahami sepenuhnya dasar dan ideologi perjuangan. Ia mampu melaksanakan program perjuangan secara konsisten di setiap waktu, situasi, dan tempat. Terbawa oleh fungsinya itu, untuk menjadi kader organisasi yang berkualitas, anggota harus menjalani pendidikan, latihan, dan  praktikum. Pendidikan kader harus dilaksanakan secara terus menerus dan teratur, rapi dan berencana, yang diatur dalam pedoman perkaderan. Kongres ke-8 HMI tahun 1966 merumuskan pengertian kader adalah tulang punggung organisasi, pelopor, penggerak, pelaksana, penyelamat cita-cita HMI masa kini dan yang akan datang dimanapun berada, tetap berorientasi kepada asas dan syariat islam.[1]
            Dari Definisi dan pengertian diatas, setidaknya terdapat tiga ciri yang terintegrasi dalam diri seorang kader. Pertama, seorang kader bergerak dan terbentuk dalam organisasi. Kader mengenal aturan permainan organisasi sesuai dengan ketentuan yang ada, seperti NDP dalam pemahaman yang integralistik dengan Pancasila dan UUD 1945. Dari segi operasionalisasi organisasi, kader selau berpegang dan mematuhi AD/ART HMI, pedoman  perkaderan, dan ketentuan lain. Kedua, seorang kader mempunyai komitmen yang tinggi secara terus menerus, konsisten dalam memperjuangkan dan melaksanakan kebenaran. Ketiga, seorang kader mempunyai bakat dan kualitas sebagai tulang punggung yang mampu menyangga kesatuan kumpulan manusia yang lebih besar. Jadi, fokus seorang kader terletak pada kualitas. Kader HMI adalah anggota HMI yang telah menjalani proses  perkaderan sehingga memiliki ciri kader, yang integritas kepribadian yang utuh, beriman, berilmu, dan beramal shaleh sehingga siap mengemban tugas dan amanah dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan  bernegara.[2]
            Pengertian independensi sendiri adalah Sifat kepeloporan, keberanian dan kritis yang didasarkan pada obyektifitas.Menurut fitrah kejadiannya, maka manusia diciptakan bebas dan merdeka. Karenanya kemerdekaan pribadi adalah hak yang pertama. Tidak ada sesuatu yang lebih berharga dari pada kemerdekaan itu. Sifat dan suasana bebas dan kemerdekaan seperti diatas, adalah mutlak diperlukan terutama pada fase/saat manusia berada dalam pembentukan dan pengembangan. Masa/fase pembentukan dari pengembangan bagi manusia terutama dalam masa remaja atau generasi muda.[3]

Peranan Independensi HMI di Masa Mendatang
Klarifikasi saya, dalam Konstitusi HMI pasal 6 AD HMI, sudah jelas bahwa HMI sebagai organisasi yang bersifat Independen, maksudnya jalan organisasinya, pola pikir, pola sikap semuanya tidak terikat dan tidak mengikatkan diri secara organisatoris dengan kepentingan, manapun segala sesuatu tidak didasarkan atas kehendak orang lain. Sedangkan Independensi ini sendiri dalam HmI di bagi kepada 2, yakni Independensi Etis dan Independensi Organisatoris. Independensi etis artinya sikap kader HmI yang termanifestasikan secara individu dalam dinamika berfikir, bersikap, dan bertindak baik itu berhubungan terhadap sang Rab, ataupu kepada sesama manusia. dan kader diberikan kebebasan namun sesuai dengan fitrah kemanusiaan, yaitu tunduk dan patuh kepada kebenaran. sedangkan Independensi Organisatoris artinya sikap HMI secara organisasi yang tidak tunduk atau kepentingan organisasi tertentu. Dan juga ada yang bilang HmI itu organisasi politik, saya tekankan kepada yang pernah beranggapan seperti itu,, bahwa HmI itu adalah organisasi kader ( pasal 8 AD HMI), maksudnya HMI organisasi mahasiswa yang berorientasikan islam yang melakukan perkaderan, yang mana kerjanya terfokus kepada kekaderan, sehingga terbentuknya kader-kader muslim intelektual yang profesional. Di sini saya tekankan lagi HMI tidak pernah ikut campur atau di campurkan terhadap organisasi lain, HMI independen, kalau toh di nafas kampus yang berhubungan politik kampus, ada kader HMI yang ikut andil dalam perpolitikan kampus, itu tak jadi masalah selama tidak ada membawa lambang HMI selama kampanye dan selama ini tidak ada kader HmI yang membawa lambang HMI selama kampanye. Namun hanya orang-orang yang syirik yang mengatakan HMI itu organisasi  politik, tertama politik kampus dan yang mengatakan hanya kader HMI yang bisa menjabat politik di kampus.
Sebuah sejarah yang panjang untuk mencatatkan prestasinya bagi kepentingan bangsa Indonesia. Suatu organisasi kemahasiswaan Islam yang terlahir dari rahim suci ibu pertiwi dengan suatu komitmen ke-islaman, ke-indonesiaan dan ke-intelektualan. Ditengah kritisisme dan pesimisme banyak kalangan – termasuk para aktivis dan alumninya akan masa depan HMI, masih menyimpan sejumlah optimisme bahwa HMI akan tetap menjadi anak kandungnya umat (rakyat) bangsa Indonesia sepanjang masih memiliki visi, misi dan tujuan yang tak pernah berubah dari cita-cita awal didirikannya HMI. Mengapa optimisme itu masih disandarkan pada HMI ? Lantaran sebagai organisasi kemahasiswaan Islam tertua di Indonesia, HMI memang bukan sebagai organisasi politik, akan tetapi HMI memiliki kekuatan politik melalui independensinya. Dalam perspektif semacam itu kekhawatiran terhadap intervensi kekuatan politik dan ekonomi alumninya, atau kekuatan kekuasaan politik kenegaraan tampaknya tidak perlu untuk dirisaukan. HMI memiliki kekuatan politik bukan pada proses dukung mendukung atau tolak menolak berdasarkan kalkulasi dan perhitungan politik kekuasaan, lebih dari sekedar itu HMI masih memiliki komitmen yang kuat bagi tumbuh suburnya masyarakat madani atau civil society di Indonesia.[4]
Dalam mewujudkan tujuan HMI, ”terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”, HMI memiliki kekuatan Independensi yang bersumber pada nilai-nilai ruhani dan spritualitas yang tinggi bahwa hakekat kemanusiaan setiap manusia akan selalu cenderung kepada nilai-nilai kebenaran (hanif). Kecendrungan setiap manusia kepada nilai-nilai kebenaran (hanif) itu pula yang meletakkan posisi independensi HMI berdasarkan nilai-nilai perjuangannya pada nilai-nilai kebenaran yang paling hakiki dalam merealisasikan moral politiknya, sebagaimana di dalam Al-Qur’an, ”Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mereka ialah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali Imran: 104). ”Kamu ialah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah”. (QS. Ali Imran: 110),
”Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (ialah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha bijaksana” (QS. At-Taubah: 71).[5] Dengan sandaran yang bersifat transendental itulah maka HMI memiliki kekuatan politik, tepatnya moral politik yang besar untuk mendorong hadirnya kehidupan masyarakat madani (civil society) di Indonesia.

HMI CABANG JEMBER KOMISARIAT MIPA UNIVERSITAS JEMBER
HMI komisariat MIPA sebagai satu-satunya HMI yang ada di Basic Sains di Jember menjabarkan keakademisannya tentu juga harus menyentuh ke arah sains. Hali ini sangat penting karena sifat akademis HMI harus muncul tidak terkecuali HMI Komisariat MIPA. Pengharapan selalu datang, baik dari internal maupun eksternal Komisariat, agar setiap insan HMI Komisariat MIPA mampu berperan dan memberikan kontribusi riil dalam setiap persoalan yang mendera di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun demikian, pengharapan tersebut kian memberatkan tatkala kita seringkali dibayang-bayangi oleh nama besar bendera organisasi dan kesuksesan historis yang pernah terjadi. Penulis menangkap bahwa apa yang dirasakan oleh kader-kader muda HMI Komisariat MIPA saat ini adalah terciptanya suatu kegamangan bertindak yang menyebabkan belum dapat menentukan kemana arah angin perahu Komisariat ingin berlayar. Dari hasil diskusi beberapa kali dengan rekan-rekan anggota Komisariat, Penulis juga melihat bahwa terjadinya kevakuman kegiatan dalam belakangan waktu terakhir telah menyebabkan tidak terdapatnya flat fotogenik yang mampu memberikan bayangan kegiatan ataupun program kerja yang dapat ditindaklajuti. Akibatnya, pengurus seakan-akan diharuskan membangun kembali Komisariat yang sempat lemas-lunglai akibat hadirnya ‘konflik internal’. Kenyataan tersebut harus kita akui dengan lapang dada sebagai kesalahan bersama masa lalu, namun harus pula segera kita kubur dalam-dalam guna menatap masa depan Komisariat yang lebih baik. Apabila keberadaan HMI Komisariat MIPA ingin dinilai secara positif, maka mulai saat ini Komisariat harus mampu menyusun Visi-Misi pegerakan dan perjuangannya secara jangka panjang dan tidak sekedar mengusung agenda-agenda parsial yang diadakan secara rutin setiap tahunnya. Komisariat MIPA harus dapat menjaidkan kadernya menjadi kader yang mampu secara kualitas untuk melakukan tugasnya sebagai seorang ilmuan. Apa konsekuensinya, paling tidak HMI komisariat MIPA dapat memproses kadernya dengan sikap obyektif, profesional dan proporsional dalam wahana laboratorium, perpustakaan, bangku kuliah dan kemasyarakatan secara berimbang sehingga proporsionalitas sebagai orang yang bisa menggerakkan dinamika berfikir umat dengan selalu membaca fenomena terkini dari disiplin ilmunya maka kader HMI komisariat MIPA haruslah punya kapabilitas ganda.
            Bagaimana tidak kader HMI komisariat MIPA selain harus menghadapi bagaimana sulitnya berkutat dengan buku dan laboratorium juga harus dihadapkan dengan fenomena kemasyarakatan yang setiap hari dan setiap saan berubah. Alhasil  kader HMI komisariat MIPA haruslah peka terhadap fenomena alam dan fenomena keummatan, memang berat tapi itu adalah kensekuensi keberadaan mahasiswa MIPA. Sebagai insan pencipta maka semua kader HMI harus dapat menjadikan dirinya bermanfaat untuk orang lain. Itu adalah satu kemutlakan karena bagaimanapun sebagai agent of change mahasiswa MIPA terutama kader HMI harus dapat menerapkan.
Setelah berhasil melaksanakan program-program yang riil dan konkret ke tengah-tengah masyarakat dan mahasiswa, maka secara alamiah kader-kader Komisariat akan diuji penerimaannya dalam memegang amanah ekstra yang lebih besar di luar Komisariat. Mampukah dengan segudang pengalaman yang diperolehnya dari pola pengkaderan dan interaksi mutualisme antarsesama, kader-kader terbaik dapat mengejewantahkan nilai-nilai perjuangannya dalam tataran kebijakan maupun politik praktis? Di sinilah Komisariat memegang peranan yang termat penting sebagai ujung tombak pergerakan sebelum akhirnya waktu jualah yang akan menjawab kesemuanya itu.


[1] Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul, 44 Indikator Kemunduran HMI, (Jakarta: CV Misaka Galiza, 2008), hal. 10
[2] Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul, 44 Indikator Kemunduran HMI, (Jakarta: CV Misaka Galiza, 2008), hal 11.

Komentar